Aqib Daffa, menjadi Straight Edge diantara Asap Rokok dan Minuman Keras

Cescadeva Naufal
2 min readJan 6, 2021

--

Sumber: Dokumen pribadi Aqib

“Sejarahnya terbentuknya itu memang ‘tandingan’ subkultur dari punk. Terus ada sekelompok orang yang berpandangan bahwa punk itu ga harus seperti ini, untuk menjadi rebel itu tidak harus merusak dirimu sendiri, terus mereka membentuk sebuah movement.” ujar Aqib sambil mengunyah nasi pecel telurnya di kantin Fisip Kampus 2 UPN.

Lagu-lagu beraliran punk biasanya diidentikan dengan rambut Mohawk, menindik bagian tubuh, tato permanen, satu bungkus rokok, minuman beralkohol, dan bahkan jarum suntik. Stigma ini yang menyebabkan banyak orang untuk tidak bergaul dengan anak-anak punk. Tapi tidak bagi Aqib Daffa.

Aqib, seorang mahasiswa semester 4 jurusan Ilmu Komunikasi di UPN “Veteran” Yogyakarta, adalah penyuka lagu ber-genre punk. Tapi, ia tidak mengikuti gaya hidup penggemar punk pada umumnya. Ia memilih untuk menjalani hidup dengan prinsip Straight Edge.

Straight Edge adalah sebuah subkultur dari hardcore punk yang menolak untuk mengonsumsi rokok, minuman beralkohol, seks bebas, dan juga narkotika. Kultur ini dapat dikatakan “antonim” dari kultur hardcore punk yang biasanya bertato dan mengonsumsi miras. Straight Edge sendiri pada awalnya dipopulerkan oleh band punk asal Amerika, Minor Threat. “Straight Edge” merupakan salah satu lagu Minor Threat yang dirilis pada EP pertama mereka pada tahun 1981. Lagu ini sendiri berisi tentang “filosofi” gerakan Straight Edge itu sendiri.

Aqib memang sudah punya cerita yang cukup lama dengan kultur punk. Pada awalnya, ia dikenalkan dengan band Nirvana, band rock dari Amerika, oleh pamannya. Setelah terpapar oleh band-band rock, Aqib lalu mendalami aliran punk melalui Green Day dan band-band punk lainnya karena direkomendasi oleh pamannya juga. Mulai saat itu, Aqib terus mengikuti genre punk.

Tentu, Aqib tidak langsung begitu saja menjadi penggemar punk yang beraliran Straight Edge. Skater asal Pati ini awalnya juga ikut mencoba-coba untuk bergaya seperti penggemar hardcore punk pada umumnya. Menggunakan pakaian yang dihias dengan spike dan menata rambut Mohawk menggunakan lem kayu sudah pernah dicobanya. Namun, ternyata itu semua membuat Aqib tidak nyaman.

Saat duduk di bangku kelas 2 SMP, Aqib pertama kali berkenalan dengan istilah Straight Edge. Membacanya melalui artikel online, Aqib langsung merasa cocok dengan gaya hidup ini. Dari sini ia menemukan bahwa untuk menjadi penggemar aliran punk yang rebel, tidak harus selalu merusak diri sendiri. Sejak saat itu, Aqib terus memegang prinsip Straight Edge.

Aqib sendiri mengaku merasa nyaman hidup dengan prinsip Straight Edge, bahkan hingga saat ini. Walaupun circle pertemanannya banyak yang suka mengonsumsi rokok dan alkohol, Aqib tetap merasa aman dan nyaman berada dengan mereka. Ia bahkan menolak dengan halus apabila ditawarkan untuk mengonsumsi hal-hal tersebut. Dan teman-temannya juga menghargai Aqib yang menjalani hidup seperti ini.

“Kalau kamu yakin dengan apa yang kamu lakukan, ya lakuin aja sih. Mau benar atau salah, tapi kalau benar menurutmu, ya lakuin aja, tapi yang paling penting tidak merugikan orang lain aja.” kata Aqib sambil menaruh piringnya.

--

--

Cescadeva Naufal
0 Followers

Hi! I'm Deva, a communication student who takes on journalistic concentration. Glad you're here!